Kalau anda amati, sepeda motor serta mobil-mobil berukuran kecil menggunakan bahan bakar bensin. Sementara mobil berukuran berat seperti bus, truk, alat berat menggunakan bahan bakar solar. Mengapa jenis bahan bakar pada mobil tersebut berbeda ? mobil tersebut bukannya menggunakan mesin yang sama ? Ternyata, mesin truk dan mesin MPV itu berbeda. Untuk mobil dengan bobot yang besar biasanya menggunakan mesin diesel mesin berbahan bakar solar sementara mesin MPV/mobil-mobil ringan menggunakan mesin bensin. Antara mesin bensin jelas memiliki perbedaan selain bahan bakarnya anda bisa baca artikelnya di sini ; 9 perbedaan mesin bensin dan mesin diesel. Sekarang apa perbedaan antara bahan bakar bensin dan bahan bakar solar ? apa jadinya kalau mesin bensin diisi solar atau sebaliknya ? untuk menjawab pertanyaan ini mari kita bahas dengan detail dibawah. Bensin dan Solar Berasal Dari Tempat Yang Sama Pertama, anda perlu memahami bahwa baik solar maupun bensin itu didapat dari bahan yang sama yakni crude oil atau minyak mentah. Hanya saja, minyak mentah yang diambil langsung dari perut bumi ini mengandung banyak sekali susunan. Selain bensin dan solar, ada minyak tanah, bensol, beberapa mineral dan aspal. Untuk memisahkan jenis-jenis bahan bakar seperti bensin dan solar dilakukan proses destilasi atau penyulingan. Berkat adanya proses penyulingan ini, minyak mentah yang diambil dari perut bumi bisa menjadi beberapa macam bahan bakar. Lalu Apa Bedanya Bensin Dengan Solar img 1. Titik penguapan solar dan bensin Titik penguapan bensin terbilang rendah, yakni dalam suhu 40 derajat celcius saja bensin mulai menguap. Dalam proses destilasi, bensin akan diperoleh dengan memanaskan minyak mentah pada suhu 40 hingga 250 derajat celcius. Sementara titik penguapan solar itu lebih tinggi, dalam suhu kamar solar lebih tahan karena solar mulai menguap pada suhu 149 derajat celsius. Namun pada proses destilasi, minyak mentah akan dipanaskan dari 250 – 350 derajat celcius untuk mendapatkan bahan bakar solar. 2. Kandungan solar dan bensin Secara umum, dalam 159 liter minyak mentah akan didapatkan 72 liter bensin murni. Namun, bensin murni tidak dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar mesin karena kandungannya tidak cocok. Oleh sebab itu, bensin harus ditambahkan beberapa bahan tambahan. Kandungan dasar bensin adalah hydrocarbon dengan 4-12 atom carbon per molekul. Bahan tambahan untuk bensin antara lain ; Antioksidan seperti alkil fenol untuk mencegah pembentukan kerak yang dapat menyumbat sistem bahan bakar. Asam karbosilat sebagai zat anti-korosi agar bensin tidak membuat logam berkarat. Detergent seperti amina dan amida yang berfungsi membersihkan kerak didalam saluran bahan bakar. Pewarna yang menyebabkan bensin ada yang berwarna biru atau kuning. Untuk solar, yang diambil dari fraksi minyak bumi petro-diesel memiliki kandungan 75% hydrocarbon jenuh seperti parafin dan cycloparafin. Sementara 25% sisanya adalah aromatic HC seperti naptha dan alkalibenzenes. Namun, bahan bakar diesel murni tersebut kurang cocok untuk mobil-mobil sekarang yang sudah menerapkan teknologi common rail. Sehingga, bahan bakar diesel pun dibuat agar cocok dengan kondisi mesin sekarang dengan menambahkan beberapa bahan alami seperti bio gas. 3. Jumlah energi yang terkandung pada bensin dan solar Tiap liter bensin, memiliki kandungan energi sekitar MJ. Sementara tiap satu liter solar memiliki kandungan MJ. 4. Kandungan CO2 Kandungan karbondioksida pada bensin ternyata lebih rendah, tiap kilogram memiliki kandungan CO2 sekitar Kg. sementara solar memiliki kandungan CO2 Kg per liter. 5. Titik nyala bahan bakar bensin vs solar Bensin memiliki titik nyala yang rendah, namun titik nyala spontan self ignition ini dapat diperbesar dengan memperbesar RON. Untuk mengukurnya, maka pada bensin kita mengenal nilai oktan. Nilai oktan sendiri ada suatu bilangan yang menunjukan kadar isooktana pada bensin. Misal untuk bensin oktane 90 maka mengandung 90% oktana dan 10% heptana. Semakin tinggi kandungan oktana maka self ignition bensin akan semakin tinggi. Untuk solar tidak ada nilai oktan, melainkan nilai cetane. Nilai cetane ini juga hampir sama seperti nilai oktane yang menunjukan titik nyala spontan solar pada tekanan kompresi tertentu. 6. Penggunaan Bensin banyak digunakan pada kendaraan-kendaraan yang membutuhkan kecepatan dibandingkan power. Sehingga banyak dipakai pada kendaraan berukuran kompak seperti sepeda motor, MPV, mini SUV dan sedan. Sementara solar, dengan kandungan energi lebih tinggi dan torsinya juga besar maka cocok dipakai pada mobil yang lebih membutuhkan power dibandingkan kecepatan. Diesel dipakai pada truk, bus, alat berat, kereta api, mesin kapal, dan mesin-mesin industri. img Karakteristik Bensin Mudah menguap pada temperatur normal Tidak berwarna, berbau dan transparan Titik nyala rendah sekitar -15 sampai -10 derajat celcius Dapat melarutkan oli dan karet Sedikit meninggalkan emisi saat dibakar Karakteristik solar Tidak mudah menguap pada temperatur normal Tidak berbau, terkadang berwarna kuning Memiliki kandungan sulfur yang tinggi Bisa terbakar spontan pada suhu 300 deajat celcius sehingga tidak memerlukan pemicu seperti busi Sekarang kembali kepertanyaan awal, Apa jadinya kalau mesin bensin diisi solar atau sebaliknya ? Apabila mesin bensin diisi solar, jelas mesin akan brebet lalu mogok. Hal ini karena titik nyala solar lebih tinggi dibandingkan bensin, meski ada pemicu berupa busi tetapi tekanan kompresi mesin bensin masih belum cukup untuk membuat solar terbakar. Sementara mesin diesel diisi bensin yang terjadi akan terdengar suara cukup kasar knocking parah. Ini terjadi karena bensin dengan titik nyala spontan rendah diisi ke mesin diesel dengan tekanan kompresi sangat tinggi. Hasilnya sebelum timming pengapian, bensin sudah terbakar lebih dulu. Demikian artikel lengkap tentang perbedaan bahan bakar bensin dan solar diesel semoga bisa menambah wawasan kita.
Limbah plastik yang berceceran dan berpotensi mengganggu lingkungan di tempat-tempat pemrosesan akhir sampah TPA, ditangan mahasiswa jurusan Ilmu dan Teknologi Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi FST Universitas Airlangga, berhasil dibuat sebagai bahan bakar berupa bensin dan solar dan bisa digunakan untuk motor dan pembuatan bahan bakar dengan metode thermal cracking yaitu pembakaran pada suhu tinggi 300-400°C tanpa oksigen. Hasilnya, dalam pembakaran satu kilogram plastic menghasilkan satu liter bahan bakar berupa bensin dan solar. Inovasi ini dimaksudkan sebagai partisipasi bagaimana mengatasi masalah persampahan penggiat penelitian dan inovasi ini adalah Edo Dwi Praptono angkatan 2013, Ade Imas Agusningtyas 2013, Hilmi Putra Pradana 2016, Ledy Theresia 2016, dan Lola Sara 2016.Oleh mereka berlima, inovasi yang kemudian dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta PKM-PE itu telah berhasil lolos penilaian Dikti dan berhak atas dana hibah pengembangan dalam program PKM Kemenristekdikti tahun 2016-2017. Proposal tersebut berjudul ”Landfill Mining Project Pirolisis Sampah Plastik Hasil Eskavasi Sebagai Bahan Bakar Dengan Metode Thermal Cracking untuk Memperpanjang Usia TPA”.Keprihatinan bahwa Indonesia menjadi negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar setelah Tiongkok, telah membulatkan tekad Edo Dwi Praptono Dkk melakukan inovasi ini dan andil mencarikan solusi. Predikat sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar itu karena minat masyarakat dalam penggunaan plastik untuk aktivitasnya semakin meningkat. Masyarakat belum banyak mengetahui bahwa sampah plastik itu akan berpengaruh besar terhadap kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air, udara, dan tanah, karena tingkat degradasi sampah plastik untuk bisa terurai di tanah ini membutuhkan waktu puluhan itu, kata Edo, peningkatan jumlah sampah plastik akan berpengaruh terhadap ketersediaan lahan TPA sebagai lokasi penimbunan sampah. TPA Klotok di Kota Kediri, sebagai lokasi penelitian ini melakukan pembalakan hutan di sekitar area TPA untuk memperluas lokasi penimbunan saja, hal itu sangat merugikan jika ditinjau dari segi ekologi. Sehingga dibutuhkan solusi dalam menangani permasalahan tersebut, antara lain dengan mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar, mengingat saat ini kebutuhan penggunaan bahan bakar semakin meningkat. Namun hal itu berbanding terbalik dengan ketersediaan bahan bakar fosil yang ada.”Sehingga kami berharap konversi sampah plastik hasil eskavasi TPA menjadi bahan bakar ini dapat dijadikan alternative solusinya,” tambah oleh Edo, proses konversi ini dilakukan dengan metode thermal cracking, yaitu pembakaran pada suhu tinggi tanpa oksigen. Proses pembakarannya dilakukan selama 45 menit dengan suhu 300-400°C. Hasil pembakaran satu kilogram plastik menghasilkan satu liter bahan bakar berupa bensin dan plastik yang dapat digunakan cukup melimpah, seperti jenis plastik PP gelas air kemasan, HDPE botol shampoo, PETE botol air kemasan, Other bungkus makanan ringan, dan sampah plastik lain yang dapat dengan mudah ditemukan di aktivitas sehari-hari di pemanfaatan sampah plastik ini maka keberlanjutan proses konversi tetap terjaga karena jumlah sampah plastik yang sangat melimpah dan terus meningkat setiap harinya. Hasil dari konversi sampah plastik dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor seperti motor, mobil, serta dapat juga digunakan untuk penggerak alat-alat pertanian.“Konversi sampah plastik menjadi bahan bakar ini dapat dijadikan solusi untuk mengatasi tingginya timbunan sampah plastik di TPA dan digunakan sebagai alternative bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Bayangkan saja jika seluruh TPA di Indonesia melakukan konversi seperti ini, maka Indonesia akan terbebas dari permasalahan sampah plastik global,” tandas Edo Dwi Praptono dengan nada selanjutnya, ditambahkan Ade Imas Agusningtyas, kegiatan ini dapat dijadikan sebagai lahan pengabdian masyarakat di sekitar area TPA untuk dapat membantu mengelola sampah plastik dan peningkatan taraf hidup masyarakat dengan mengkomersilkan produk bahan bakar dari limbah plastic.
G5l2I. 272 25 40 368 156 175 408 185 406